Kamis, 28 Januari 2016

SEJARAH ISLAM JAWA BARAT


PANGERAN ARIF MUHAMAD  PEJUANG  YANG HIDUP  SEDERHANA.
Pada abad ke XVI, telah berdiri kerajaan hindu yang yang dipimpin seorang raja gagah perkasa, dan disegani oleh berbagai Negara di belahan Dunia., iyalah kerajaan Mataram, Kerajaan Sriwijaya, dan Kerajaan Pajajaran.

Diceritakan dari silsilah kerajaan Pajajaran , seorang Prabu Siliwangi, dari istri yang ke 2, ialah anak seorang  Ulama, bernama Kiyai Gedeng Tapa , iyalah;  Nyai Subang larang, dari pernikahannya ini terlahir 3 orang putra iyalah ( 1). Walang Sungsang, 2) Rara Santang, dan 3) Kean Santang :

Anak pertama (Walangsungsang) setelah beranjak dewasa pergi meninggalkan Kerajaan  Pajajaran karena perbedaan keyakinan dengan sang ayah pemegang tahta kerajaan hindu, sementara iya adalah cucu seorang Ulama kesohor pada saat itu, maka pergilah iya sebagai penggembara untuk belajar agama islam sampai ke Persia, Turki, Mesir, dan Mekah, kelak sekembalinya ia menjadi  tokoh Islam adalah menjadi “ Pangeran Cakra Buwana, yang juga dikenal sebagai Ki Kuwu Crebon (Kepala pemerintahan Bagian Cirebon) sat itu.

Rara Santang dan Kean Santang, selain Tak Tega membiarkan kakaknya pergi, dan perbedaan paham dan keyakinan  sang Ayah,  maka pergilah iya berdua, dengan pesan sang Kakek untuk mencari kakaknya yang terlebih dahulu meninggalkan kerajaan, untuk menemui Sayidina Ali di Mekah, dengan melalui penggembaraannya ke Teluk Persi, Turki, Mesir dan Mekah…….., Diceritakan Rara Santang dan Kean Santang bertemu dengan  Sayidina Ali, dan melalui berbagai ujian, Iya diterima sebagai Muridnya.
Rara Santang sebagai pejuang Islam perempuan menarik hati Seorang Raja Mesir, yang diperkenalkannya  oleh Sayidina Ali, sehingga Rara Santang dipersunting sebagaisalah satu istrinya oleh Raja di Mesir ini, ( Kelak saat Rara Santang dalam keadaan Hamil, pergi meninggalkan Kerajaan Mesir, dan di tanah Jawa Barat melahirkan seorang Anak yang kelak menjadi Sunan Gunung Jati), sementara telah diangggap cukup ilmu yang dimiliki, Kean Santang kembali ke tanah Jawa untuk menyebarkan agama Islam.

Sebagai Ulama yang sangat sederhana Kean Santang menggembara hanya diikuti oleh  41 santri saja, jika salah seorang tentara santri ini ada yang  gugur di medan perang, dalam pengembaraannya, Kean Santang akan merekrut lagi.
Dalam pengggembaraannya,  Kean Santang, yang bergelar Pangeran Arif Muhamad, bebasis pesantren di Kampung Pulo, bukit kecil yang dikeliling sebuah Danau, membuatlah sebuah Pesantren bernama Pesantren Kerta Rahayu.

Pada masa itu di abad ke 16, konon pesantren ini tersohor dikunjungi para ulama besar di Jawa, bahkan Sayidina Ali pernah berkunjung ke Pesantren Kerta Rahayu ini, sehingga Pangeran Arif Muhamad, juga diberi  gelar Syeh Mansyur Qodratulloh, sebagai Ulama Syeh Mansyur pada akhirnya membongkar Candi yang dibangunnya, dan menggantikannya dengan  6 rumah sederhana untuk ke 6 putrinya, dan 1 Masjid untuk 1 putranya.
Tradisi yang ditanamkan oleh Syeh Mansyur Qodratulloh ini menjadi tata aturan ketat dikalangan Santri, yang diadopsi menjadi warisan adat bagi generasi penerusnya, iyalah :

a)      Penghuni yang boleh tinggal dikampung Pulo, ialah hanya wanita pewaris tahta dari keturunan langsung Syeh Mansur Qodratulloh. (Jika seorang gugur atau meninggal dunia) , digantikan oleh keturunan langsung Wanita yang pertama)
       b)      Anak laki-laki hanya boleh tinggal di masjid dan untuk menjadi Imam.

c)       Tidak boleh memelihara Hewan berkaki 4, karena para Ulama yang datang sebagai Ulama besar yang cinta kebersihan (kotoran hewan sebagai kotoran yang mengandung Najis)

d)      Tidak boleh berkesenian, menabuh gamelan (terutama kesenian Goong)

e)      Harus taat memperingati Hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW, melalui Mauludan tgl, 12, Maulud.

f)       Penduduk sekitar (Santri pengikutnya ) hanya boleh diikuti oleh 41 santri, jika gugur Syeh akan merekrut, (kini penduduk Santri telah tiada)
Kelak Kean Santang bersama putra Walang Sungsang, yaitu Sunan Gunung Jati ( Fatahila)  Mengislamkan Kerajaan Pajajaran, yang dipimpin oleh Kakeknya sendiri.

Karena Sang Kakek merasa malu untuk melawan Cucunya, maka dengan berbagai Kesaktian Kerajaan Pajajaran disembunyikan dan dihilangkan dengan cara menancapkan tombak  sejata kekuatannya di halaman kerajaan, dan dengan  kekuatan Raja Pajajaran tumbuhlah Hutan belantara yang menyelimuti Kerajaan, dan Sang Raja menjelma menjadi seekor Singa yang menghalangi   kedatangan  bala tentara Islam yang dipimpin oleh Cucunya itu.
Bala tentara Islam yang dipimpin oleh Syeh Mansyur Qodratulloh, dan Falatehan, tak dapat melihat kerajaan Pajajaran, kecuali berkomunikasi melalui pesan Sang Kakek, agar Pasukan islam untuk kembali masing-masing ke daerah kerajaannya, ke Sunan Gunung Jati di Cirebon. Sedangkan Kean Santang  dalam perjalanan ke Cirebon Girang ( kini Daerah Garut)  Santang kemudian, di Cegat oleh Pasukan,  Pesantrennya dihancurkan, termasuk  Candi sebagai pusat pertemuan  dihancurkan, kecuali rumah-rumah anak-anak Syeh, yang kini menjadi Rumah Adat Kampung Pulo. Pangeran Kean Santang atau Pangeran Arief Muhamad, atau Syeh Mansyur Qodratulloh, meninggal dan dimakamkan di Bukit Cangkuang, bekas Pesantren yang bernama  Kerta Rahayu.

Kesederhanaan Syeh Mansur Qodratulloh, tidak meninggalkan harta dan kekuasaannya di Kesultanan atau kerajaan sebagaimana Pangeran-pangeran lain yang bersekutu dengan Pemerintahan atau Kekuasaan, melainkan penyebaran Ilmu Agama menjadi Utama misi Syeh Mansyur Qodratulloh.
Para peneliti menemukan kembali kampung Pulo dan Candi dalam Catatan Sejarah pada Tanggal 9 Desember 1966,  dengan penelitian lanjutan tahun 1967 s/d 1968, barulah Situs ini kemudian dipugar Oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada Tahun 1974 s/d 1976.

Dengan memelihara situs dan  Adat Tradisi Kampung Pulo melalui Keturunan Langsung Pangeran Arif Muhamad/Syeh Mansyur Qodratulloh,  penghuni Kampung Pulo di Area Situs Candi Cangkuang.
opersembahkan untuk para blogger

Tidak ada komentar: