PANGERAN ARIF
MUHAMAD PEJUANG YANG HIDUP
SEDERHANA.
Pada abad ke XVI, telah berdiri
kerajaan hindu yang yang dipimpin seorang raja gagah perkasa, dan disegani oleh
berbagai Negara di belahan Dunia., iyalah kerajaan Mataram, Kerajaan Sriwijaya,
dan Kerajaan Pajajaran.Diceritakan dari silsilah kerajaan Pajajaran , seorang Prabu Siliwangi, dari istri yang ke 2, ialah anak seorang Ulama, bernama Kiyai Gedeng Tapa , iyalah; Nyai Subang larang, dari pernikahannya ini terlahir 3 orang putra iyalah ( 1). Walang Sungsang, 2) Rara Santang, dan 3) Kean Santang :
Anak pertama (Walangsungsang) setelah beranjak dewasa pergi meninggalkan Kerajaan Pajajaran karena perbedaan keyakinan dengan sang ayah pemegang tahta kerajaan hindu, sementara iya adalah cucu seorang Ulama kesohor pada saat itu, maka pergilah iya sebagai penggembara untuk belajar agama islam sampai ke Persia, Turki, Mesir, dan Mekah, kelak sekembalinya ia menjadi tokoh Islam adalah menjadi “ Pangeran Cakra Buwana, yang juga dikenal sebagai Ki Kuwu Crebon (Kepala pemerintahan Bagian Cirebon) sat itu.
Rara Santang dan Kean Santang,
selain Tak Tega membiarkan kakaknya pergi, dan perbedaan paham dan keyakinan sang Ayah, maka pergilah iya berdua, dengan pesan sang
Kakek untuk mencari kakaknya yang terlebih dahulu meninggalkan kerajaan, untuk
menemui Sayidina Ali di Mekah, dengan melalui penggembaraannya ke Teluk Persi,
Turki, Mesir dan Mekah…….., Diceritakan Rara Santang dan Kean Santang bertemu
dengan Sayidina Ali, dan melalui
berbagai ujian, Iya diterima sebagai Muridnya.
Rara Santang sebagai pejuang
Islam perempuan menarik hati Seorang Raja Mesir, yang diperkenalkannya oleh Sayidina Ali, sehingga Rara Santang
dipersunting sebagaisalah satu istrinya oleh Raja di Mesir ini, ( Kelak saat
Rara Santang dalam keadaan Hamil, pergi meninggalkan Kerajaan Mesir, dan di
tanah Jawa Barat melahirkan seorang Anak yang kelak menjadi Sunan Gunung Jati),
sementara telah diangggap cukup ilmu yang dimiliki, Kean Santang kembali ke
tanah Jawa untuk menyebarkan agama Islam.
Sebagai Ulama yang sangat
sederhana Kean Santang menggembara hanya diikuti oleh 41 santri saja, jika salah seorang tentara
santri ini ada yang gugur di medan
perang, dalam pengembaraannya, Kean Santang akan merekrut lagi.
Dalam pengggembaraannya, Kean Santang, yang bergelar Pangeran Arif
Muhamad, bebasis pesantren di Kampung Pulo, bukit kecil yang dikeliling sebuah
Danau, membuatlah sebuah Pesantren bernama Pesantren Kerta Rahayu.
Pada masa itu di abad ke 16,
konon pesantren ini tersohor dikunjungi para ulama besar di Jawa, bahkan
Sayidina Ali pernah berkunjung ke Pesantren Kerta Rahayu ini, sehingga Pangeran
Arif Muhamad, juga diberi gelar Syeh
Mansyur Qodratulloh, sebagai Ulama Syeh Mansyur pada akhirnya membongkar Candi
yang dibangunnya, dan menggantikannya dengan
6 rumah sederhana untuk ke 6 putrinya, dan 1 Masjid untuk 1 putranya.
Tradisi yang ditanamkan oleh Syeh
Mansyur Qodratulloh ini menjadi tata aturan ketat dikalangan Santri, yang
diadopsi menjadi warisan adat bagi generasi penerusnya, iyalah :
a) Penghuni
yang boleh tinggal dikampung Pulo, ialah hanya wanita pewaris tahta dari
keturunan langsung Syeh Mansur Qodratulloh. (Jika seorang gugur atau meninggal
dunia) , digantikan oleh keturunan langsung Wanita yang pertama)
b) Anak
laki-laki hanya boleh tinggal di masjid dan untuk menjadi Imam.
c) Tidak
boleh memelihara Hewan berkaki 4, karena para Ulama yang datang sebagai Ulama
besar yang cinta kebersihan (kotoran hewan sebagai kotoran yang mengandung
Najis)
d) Tidak
boleh berkesenian, menabuh gamelan (terutama kesenian Goong)
e) Harus
taat memperingati Hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW, melalui Mauludan tgl, 12,
Maulud.
f) Penduduk
sekitar (Santri pengikutnya ) hanya boleh diikuti oleh 41 santri, jika gugur
Syeh akan merekrut, (kini penduduk Santri telah tiada)
Kelak Kean Santang bersama putra
Walang Sungsang, yaitu Sunan Gunung Jati ( Fatahila) Mengislamkan Kerajaan Pajajaran, yang
dipimpin oleh Kakeknya sendiri.
Karena Sang Kakek merasa malu
untuk melawan Cucunya, maka dengan berbagai Kesaktian Kerajaan Pajajaran
disembunyikan dan dihilangkan dengan cara menancapkan tombak sejata kekuatannya di halaman kerajaan, dan
dengan kekuatan Raja Pajajaran tumbuhlah
Hutan belantara yang menyelimuti Kerajaan, dan Sang Raja menjelma menjadi seekor
Singa yang menghalangi kedatangan bala tentara Islam yang dipimpin oleh Cucunya
itu.
Bala tentara Islam yang dipimpin
oleh Syeh Mansyur Qodratulloh, dan Falatehan, tak dapat melihat kerajaan
Pajajaran, kecuali berkomunikasi melalui pesan Sang Kakek, agar Pasukan islam untuk
kembali masing-masing ke daerah kerajaannya, ke Sunan Gunung Jati di Cirebon.
Sedangkan Kean Santang dalam perjalanan
ke Cirebon Girang ( kini Daerah Garut)
Santang kemudian, di Cegat oleh Pasukan,
Pesantrennya dihancurkan, termasuk
Candi sebagai pusat pertemuan
dihancurkan, kecuali rumah-rumah anak-anak Syeh, yang kini menjadi Rumah
Adat Kampung Pulo. Pangeran Kean Santang atau Pangeran Arief Muhamad, atau Syeh
Mansyur Qodratulloh, meninggal dan dimakamkan di Bukit Cangkuang, bekas Pesantren
yang bernama Kerta Rahayu.
Kesederhanaan Syeh Mansur
Qodratulloh, tidak meninggalkan harta dan kekuasaannya di Kesultanan atau
kerajaan sebagaimana Pangeran-pangeran lain yang bersekutu dengan Pemerintahan
atau Kekuasaan, melainkan penyebaran Ilmu Agama menjadi Utama misi Syeh Mansyur
Qodratulloh.
Para peneliti menemukan kembali
kampung Pulo dan Candi dalam Catatan Sejarah pada Tanggal 9 Desember 1966, dengan penelitian lanjutan tahun 1967 s/d
1968, barulah Situs ini kemudian dipugar Oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan pada Tahun 1974 s/d 1976.
Dengan memelihara situs dan Adat Tradisi Kampung Pulo melalui Keturunan
Langsung Pangeran Arif Muhamad/Syeh Mansyur Qodratulloh, penghuni Kampung Pulo di Area Situs Candi
Cangkuang.
opersembahkan untuk para blogger
Tidak ada komentar:
Posting Komentar